Perkembangan arus modernisasi tidak luput melindas wilayah Kerinci. Dan
tanggapan masyarakat cukup positif terhadap hal yang demikian, terutama
di bidang ilmu pengetahuan dan taknologi. Hal ini dikarenakan masyarakat
Kerinci cukup antusias terhadap yang namanya kemajuan. Terlebih lagi
dalam menyongsong era globalisasi, semangat berkemajuan itu amat
diperlukan. Acap kali terlontar kalimat “Bagaimana Kerinci mau maju!”
dari mulut seseorang ketika ia melihat temannya sangat lamban dalam
bertindak.
Kerinci popular dengan julukan “Serambi Madinah”. Sebagaimana diketahui
Madinah adalah negeri tempat Nabi saw mulai membangun peradaban. Jadi,
kalau Kerinci disebut “Serambi Madinah”, berarti Kerinci adalah
prototype dari peradaban. Dan untuk membangun tatanan peradaban itu
dibutuhkan formula yang jitu. Formula yang dimaksud adalah formula
“Kerinci Sakti”.
Kata sakti, biasanya identik dengan dunia mistik.
Kata sakti, biasanya identik dengan dunia mistik.
Di dalamnya anda akan menjumpai orang kebal terhadap senjata tajam, bisa
menari di atas percahan kaca, kesurupan sewaktu mengikuti tari asik,
tari rantak kudo, santet-menyantet dan lain sebagainya. Pemberian
sesajen oleh beberapa calon anggota legislatif dan eksekutif juga
tercakup di dalamnya. Bukan sakti dalam pengertian demikian yang penulis
maksud, karena itu hanyalah sakti dalam kategori pra-sejarah. Dan tidak
pula sakti sebagaimana yang dipahami oleh Pemerintah Daerah kota Sungai
Penuh, yakni Sejuk, Aman, Kenangan, Tertib dan Indah. Karena kata-kata
yang demikian hanyalah hiasan di bibir saja.
Sakti dalam tulisan ini adalah sakti dalam pengertian yang luas, yaitu kreativitas dengan menggenggam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga berbagai fenomena baik itu fenomena alam maupun sosial yang masih “gaib” dapat tersingkap.
Dan dengan demikian masyarakat Kerinci tidak perlu lagi meletakkan Kerbau di altar pengorbanan apabila melihat Gunung Kerinci “batuk-batuk”.
Sakti dalam tulisan ini adalah sakti dalam pengertian yang luas, yaitu kreativitas dengan menggenggam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga berbagai fenomena baik itu fenomena alam maupun sosial yang masih “gaib” dapat tersingkap.
Dan dengan demikian masyarakat Kerinci tidak perlu lagi meletakkan Kerbau di altar pengorbanan apabila melihat Gunung Kerinci “batuk-batuk”.
Dengan kesaktian ini pula, masyarakat Kerinci akan mampu melihat ke lubuk permasalahan yanga ada dan menemukan alternatif untuk mengatasinya. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mendobrak tabu, demi mencapai kemajuan. Masyarakat akan kreatif dan senantiasa melakukan inovasi dan invensi keilmuan. Kesaktian yang demikianlah yang dibutuhkan oleh umat saat sekarang ini.
Kalau masih mau berbicara peradaban, masyarakat Kerinci mesti hijrah dari sakti pra sejarah menuju sakti kontemporer. Tidak usah lagi melakukan tirakat di kuburan nenek moyang, karena itu hanya mengganggu ketentraman arwah mereka. Hendaknya “ritual tirakat” dilakukan di bangku sekolah, laboraturium dan lembaga pendidikan lainnya. Jangan lagi ada yang berkonsultasi ke dukun sewaktu mau mencalon menjadi orang nomor satu di kota Sungai Penuh. Namun, bersosialisasilah dengan masyarakat yang punya hak suara, “one man one vote” melalui media kampanye secara tertib, aman dan terkendali.
Wallah „a‟lam
OLEH : EDOMI SAPUTRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar